Selasa, 19 Oktober 2010

PRODUK VS BISNIS

Tahukah anda mengenai Karir.com? Situs lawas dimana anda bisa mencari lowongan pekerjaan dan mengapply secara online? Pendapat saya pribadi, situs ini basi dan cenderung tidak ada perubahan berarti. It’s a dead site to me. Namun secara mengejutkan, situs ini merupakan tambang emas di mata para investor. Setidaknya itu kesan yang saya dapat ketika berbincang dengan beberapa investor lokal, mengejutkan bukan?
Tidak hanya karir, situs seperti Indo.com, Indonetwork.co.id, merupakan situs-situs yang sepertinya masih cenderung konservatif, tidak web2.0. Namun jika merujuk pada laporan keuangannya, situs-situs tersebut merupakan potensi yang teramat besar bagi investor. Traffic tinggi, business plan jelas dan mereka sudah profitable sejak lama tanpa perlu eksposure pers, publikasi dan bahkan DailySocial yang notebene membahas mengenai perusahaan web.

Inilah perbedaan perspektif antara orang macam saya (dan mungkin anda) dan cara pandang para investor. Investor tidak peduli betapa cantiknya website anda yang full HTML5/CSS3 dengan AJAX interaktif nan cantik dengan logo glossy dan berkesan “Web2.0″. No, they don’t care. Mereka hanya peduli pada pondasi bisnis dari sebuah perusahaan, business model, business plan, revenue, profit, salesforce, monetization dan mungkin “next stage of investment” dan bahkan IPO. Those are the keywords.
Kebanyakan startup lokal yang saya lihat belakangan memang memiliki potensi yang cukup untuk menjadi besar. Mereka telah menemukan solusi dari sebuah masalah dimana layanan web mereka bisa menjadi sebuah layanan yang fungsional bagi user. Namun sayangnya, tidak semua startup memiliki business plan dan visi yang jelas mengenai bagaimana mereka akan mendatangkan uang. Hal ini penting jika startup anda mulai mencari-cari investor untuk mengembankan startup anda, lain hal jika anda masih menikmati kesendirian bootstrapping dan merasa masih mampu berjalan sendiri tanpa investor.
Dari sini tentu muncul dilema, focus on building a great product or focus on building a great business plan?
Membangun sebuah produk yang hebat, sebuah produk yang digunakan dan berguna untuk jutaan orang tentu merupakan impian semua founder startup, perasaan yang nikmat ketika founder menciptakan sebuah layanan yang memecahkan masalah jutaan orang. Namun sebagai sebuah entitas bisnis, tentu tidak lepas dari kendala finansial dimana harus ada dana yang menyokong operasional dan pengembangan perusahaan. Mungkin jika beruntung, anda bisa mendatangkan seed funding dari angel investor, atau dari salah satu anggota keluarga atau kerabat anda, namun tetap saja uang itu akan habis dan cepat atau lambat anda harus mendatangkan uang lagi.
Pilihan pertama untuk mendatangkan uang lagi tentu saja memonetize layanan anda, entah itu mulai merilis fitur berbayar atau untuk yang malas berfikir lama ya cukup lemparkan kode AdSense ke salah satu pojok situs anda.Hal ini mungkin bisa memberikan anda masukan uang, namun tidak signifikan untuk membantu mengembangkan bisnis anda, kecuali anda memiliki tim yang khusus melayani penjualan iklan di website anda, yang pastinya memakan biaya yang cukup besar pula.
Pilihan kedua bagi startup adalah mendatangkan investor untuk mendanai startup anda. Dan untuk hal ini anda harus keluar dengan business plan, mungkin anda tidak tahu harus mendatangkan uang darimana tapi setidaknya anda bisa mempropose beberapa metode yang masuk akal kepada calon investor anda. Biasanya ketika investor sudah masuk, mereka akan mendedikasikan satu orang untuk masuk ke Board pengambil keputusan dan membantu startup anda dari sisi bisnis.
Nah, dua pilihan yang logis, masuk akal dan strategis bagi sebuah startup. Sekarang mari kembali ke pertanyaan awal, kita harus fokus ke mana?
Jawaban paling diplomatis : there’s no correct way to do it.
Google memfokuskan diri dengan membangun produk yang benar-benar world-changing dan ground-breaking, memecahkan masalah ratusan juta orang di seluruh penjuru dunia. Ketika mereka masih menjadi startup mereka tidak ingin fokus membangun business plan, mereka fokus membangun produk yang luar biasa. Dan investor yang visioner melihat hal tersebut dan memutuskan untuk menginvestasikan uang mereka di perusahaan kecil bernama Google tanpa visi apapun untuk mendatangkan uang. Beberapa startup lain seperti YouTube, Twitter, Facebook mulai dengan konsep seperti ini dan mereka berhasil.
Perusahaan lain seperti Zynga, Skype,  Yelp, Groupon juga berhasil menjalan strategi yang kedua dimana sejak awal business plan yang mereka miliki sudah solid dan bisa dieksekusi dengan baik. Dengan metode ini investor akhirnya berduyun-duyun datang dan ingin mengambil sedikit porsi keuntungan ditukar dengan dana investasi untuk startups. Dan karena bargaining power untuk startup lebih tinggi, jadi mereka tinggal memilih mana investor yang cocok secara personal dan tentu valuasi yang pas.
So if they can do it, you guys can do it. Tiap startup punya jalan yang berbeda, nggak ada jalan yang sepenuhnya benar dan nggak ada jalan yang sepenuhnya salah.

http://dailysocial.net/2010/06/26/produk-vs-bisnis/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar